Deodoran vs Antiperspiran, Mana yang Lebih Dibutuhkan untuk Ketiak?

Noséklopedia / 30 May 2025

by Nose Herbal Indo

Pernah bingung bedain deodoran dan antiperspiran? Sekilas terlihat sama, tapi sebenarnya keduanya punya fungsi yang berbeda, lho! Deodoran membantu mengatasi bau badan, sementara antiperspiran bekerja dengan mengurangi produksi keringat. Salah pilih kedua produk ini bisa bikin hasilnya nggak maksimal, misalnya baju jadi bernoda, atau ketiak tetap basah seharian.


Nah, di arikel Nosèklopedia kali ini, kita akan bahas tuntas perbedaan deodoran dan antiperspiran, plus tips memilih yang paling pas buat kamu. Biar ketiak tetap nyaman, bebas bau, dan nggak bikin baju kesayangan rusak. Yuk, scroll terus buat tahu jawabannya!


Mengenal Deodoran dan Cara Kerjanya Pada Ketiak


Deodoran adalah produk yang dirancang untuk mengatasi bau tidak sedap pada ketiak. Banyak yang salah mengira deodoran bisa mencegah keringat keluar, padahal fungsinya hanya untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau.


Cara kerjanya, deodoran membuat permukaan kulit jadi lebih asam sehingga bakteri tidak bisa berkembang dengan baik. Menurut Teerasumran P et al. (2023), deodoran biasanya mengandung bahan antibakteri seperti Triclosan, yang bersifat antimikroba dan berfungsi mencegah bau.


Selain itu, deodoran juga mengandung pewangi untuk menyamarkan bau tidak sedap dan penyerap bau agar ketiak tetap segar sepanjang hari.


Salah satu bahan yang paling umum digunakan dalam deodoran adalah Triclosan (5-kloro-2-(2,4-diklorofenoksi)fenol). Bahan ini telah digunakan sejak tahun 1967 karena kemampuannya yang stabil dan efektif melawan bakteri penyebab bau, serta minim risiko iritasi.


Mengenal Antiperspiran dan Cara Kerjanya Pada Ketiak


Kalau deodoran berfungsi untuk mengatasi bau badan, antiperspiran punya peran yang berbeda, yaitu membantu mengurangi jumlah keringat yang keluar, terutama di area ketiak. Cara kerjanya dengan menutup sementara kelenjar eccrine, yaitu kelenjar yang bertanggung jawab memproduksi keringat.


Bahan aktif yang paling umum digunakan dalam antiperspiran adalah senyawa berbasis aluminium, seperti aluminium klorida. Senyawa ini sudah dikenal sejak tahun 1916 oleh Stillians sebagai bahan yang sangat efektif untuk mengontrol keringat, dan masih banyak digunakan hingga sekarang.


Menariknya, saat senyawa aluminium ini bersentuhan dengan keringat, ia membentuk semacam sumbat gel di dalam pori-pori kulit. Nah, adanya sumbatan inilah yang mencegah keringat keluar ke permukaan kulit sehingga ketiak terasa tetap kering. Selain itu, karena keringat adalah salah satu "makanan" bagi bakteri penyebab bau badan, berkurangnya keringat juga berarti risiko bau badan akan ikut menurun.


Namun, seefektif apa pun aluminium klorida, ada kekurangannya juga. Menurut Grote, I. W. (1949), bahan ini bersifat cukup asam sehingga bisa menyebabkan iritasi kulit dan bahkan merusak pakaian, terutama jika digunakan dalam jangka panjang.


Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1940-an, ditemukan aluminium klorohidrat (ACH), versi yang lebih lembut dan tidak terlalu asam. Selain lebih ramah di kulit, formulasi baru ini juga sering ditambahkan asam salisilat, yang membantu mencegah iritasi serta memiliki manfaat tambahan sebagai antibakteri dan antijamur.


Mana yang Lebih Baik?


Memilih antara deodoran dan antiperspiran sebenarnya balik lagi ke kebutuhan dan gaya hidup kamu sehari-hari. Deodoran berfungsi untuk mengatasi bau badan, sementara antiperspiran punya dua fungsi, mengurangi bau sekaligus mengontrol produksi keringat.


Misalnya, saat kamu hanya beraktivitas ringan di dalam ruangan, deodoran sudah cukup. Tapi kalau kamu banyak bergerak, olahraga, atau harus seharian di luar ruangan, kamu butuh perlindungan ekstra dari antiperspiran agar tetap segar dan kering.


Menariknya, sekarang banyak produk yang menggabungkan manfaat keduanya dalam satu formula praktis, jadi kamu nggak perlu repot pakai dua produk terpisah.


Kalau kamu pakai antiperspiran, perhatikan juga waktu pemakaian. Sebaiknya digunakan pada malam hari saat produksi keringat tubuh sedang rendah. Hal ini dapat memberi waktu sekitar 6-8 jam bagi produk untuk bekerja optimal sebelum kamu bilas saat mandi pagi. Setelah itu, kamu bisa pakai deodoran di pagi hari sebagai tambahan untuk menyamarkan bau, apalagi kalau kamu suka wangi yang segar seharian.


Intinya, baik deodoran maupun antiperspiran punya fungsi masing-masing. Kenali kebutuhanmu, lalu pilih yang paling sesuai untuk menjaga kenyamanan dan percaya diri setiap hari.


Bahan Alami yang Bisa Menjadi Alternatif Deodoran dan Antiperspiran


Buat kamu yang mulai mempertimbangkan produk perawatan tubuh berbahan alami, ada beberapa pilihan bahan alami yang bisa digunakan sebagai pengganti deodoran atau antiperspiran. Meski tidak semuanya bekerja sekuat produk jadi, bahan-bahan ini tetap bisa membantu mengurangi bau badan, menyerap keringat, dan memberi sensasi segar tanpa bahan kimia tambahan. Yuk, kenalan satu per satu!


1. Witch Hazel

Witch hazel adalah cairan alami yang diambil dari tanaman Hamamelis virginiana. Kandungan tanin di dalamnya memiliki sifat astringen yang bisa membantu mengecilkan pori-pori dan mengontrol produksi keringat. Selain itu, witch hazel juga punya sifat antibakteri yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau badan. Cukup tuangkan ke kapas dan usapkan ke area ketiak, rasanya ringan dan cepat menyerap.


2. Baking Soda atau Cornstarch

Dua bahan dapur ini sering jadi andalan DIY deodoran. Baking soda membantu menetralisir bau karena bersifat basa dan bisa mengurangi keasaman kulit tempat bakteri berkembang. Sedangkan cornstarch berfungsi sebagai penyerap keringat alami, cocok buat kamu yang ingin tetap kering tanpa bahan aluminium. Tapi hati-hati, baking soda bisa menyebabkan iritasi pada kulit sensitif, jadi sebaiknya dicampur dengan minyak kelapa atau aloe vera sebelum digunakan.


3. Lemon

Si kecil kuning yang asam ini ternyata bisa jadi senjata alami lawan bau badan. Kandungan citric acid dalam lemon dapat menurunkan pH kulit dan menciptakan lingkungan yang kurang bersahabat untuk bakteri. Caranya pun mudah, cukup potong lemon jadi dua dan usapkan langsung ke ketiak. Tapi, perlu diingat, karena lemon bersifat asam, hindari penggunaannya setelah mencukur atau jika kulit sedang iritasi, agar tidak perih atau memicu reaksi negatif.


4. Cuka Apel (Apple Cider Vinegar)

Cuka apel dikenal dengan berbagai manfaatnya, termasuk sebagai pengganti deodoran alami. Kandungan acetate acid dan pH rendah pada cuka apel membantu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau. Cara pakainya pun gampang, campurkan sedikit cuka apel dengan air, lalu usapkan ke ketiak menggunakan kapas. Hasilnya, ketiak tetap segar dan bebas bau tanpa harus pakai parfum tambahan.


5. Batu Tawas (Alum Stone)

Batu tawas atau alum stone adalah mineral alami yang sudah lama digunakan sebagai deodoran tradisional. Kandungan aluminium potassium sulfate di dalamnya bekerja dengan membentuk lapisan tipis di permukaan kulit yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau. Tawas tidak menyumbat pori seperti antiperspiran biasa, jadi cocok untuk kamu yang ingin tetap berkeringat secara alami tapi tanpa bau tak sedap. Cukup basahi batu tawas dan usapkan ke ketiak setelah mandi, praktis dan tahan lama.


Mau Bikin Produk, Tapi Bingung Produk Apa? Yuk, Konsultasi Bersama Nosè!


Kalau kamu punya ide untuk bikin produk perawatan ketiak dengan brand sendiri, kamu bisa maklon di PT Nosè Herbal Indo. Di sini, kamu bisa konsultasikan langsung bersama tim Product Development kami untuk wujudin konsep yang kamu mau, mulai dari pemilihan bahan, proses produksi, desain kemasan, sampai produk jadi yang siap jual. Jadi, tunggu apa lagi? Langsung aja hubungi kami dan mulai konsultasi produk impianmu sekarang!


Referensi


1. Cox, A. R. (1987). Efficacy of the antimicrobial agent Triclosan in topical deodorant products: Recent development in vivo. Journal of the Society of Cosmetic Chemists, 38(4), 223-231.

2. Grote, I. W., Holbert, J. M., & Cross, P. W. (1949). Dichloro aluminum aminoacetate, a new anti-perspirant and deodorant. Journal of the American Pharmaceutical Association (Scientific ed.), 38(11), 593-594.

3. Stillians, A. W. (1916). The control of localized hyperhidrosis. Journal of the American Medical Association, 67(27), 2015-2016.

4. Teerasumran, P., Velliou, E., Bai, S., & Cai, Q. (2023). Deodorants and antiperspirants: New trends in their active agents and testing methods. International Journal of Cosmetic Science, 45(4), 426-443.

5. Yuan, S., Vaughn, J., Pappas, I., Fitzgerald, M., Masters, J. G., & Pan, L. (2015). Optimal aluminium/zirconium: Protein interactions for predicting antiperspirant efficacy using zeta potential measurements. Journal of Cosmetic Science, 66, 95-111.

Share This Article


tiktok logo
instagram logo
Bicara dengan CS
whatsapp logo