Cobain 5 Bahan Aktif ini Kalau Kamu Mau Kulit Cerah!

Noséklopedia / 06 September 2024

by Renanda Namira

Tren skincare semakin marak dengan kandungan brightening agent yang beragam, dan menjadi pilihan favorit banyak orang yang ingin mendambakan kulit cerah dan bersinar. Produk-produk ini menawarkan solusi untuk mengatasi masalah kulit kusam, noda hitam, dan warna yang tidak merata. Dengan efeknya yang nyata, banyak brand kecantikan berlomba-lomba menghadirkan produk dengan bahan pencerah untuk memenuhi kebutuhan para pengguna yang menginginkan kulit yang tampak lebih sehat dan bercahaya.


Popularitas brightening agent tidak lepas dari kemampuannya yang lebih dari sekadar membuat kulit tampak lebih putih. Bahan ini bekerja secara efektif untuk memberikan hasil yang alami, sehingga kulit terlihat lebih merata dan segar. Tak heran jika produk dengan kandungan ini sering menjadi andalan dalam rangkaian perawatan harian.


Jika pembahasan sebelumnya (Brightening Agent dan Perannya dalam Transformasi Warna Kulit) lebih membahas tentang bagaimana cara kerja brightening agent, artikel kali ini akan mengupas 5 bahan aktif yang biasa digunakan dalam produk brightening, mulai dari pengertian hingga cara kerjanya. Yuk, simak artikel berikut ini!


Vitamin C: Pengenalan, Sumber, dan Manfaatnya


Vitamin C atau Asam Askorbat adalah antioksidan alami yang berperan penting dalam melindungi kulit. Efek vitamin C untuk kecantikan kulit telah banyak diterapkan, khususnya penggunaan vitamin C untuk efek pencerahan kulit. Hal ini berkaitan dengan sifat vitamin C yang merupakan antioksidan kuat dan dapat diserap mudah oleh tubuh. Dari beberapa pengujian klinis ditemukan bahwa efek vitamin C terhadap pigmentasi mempunyai hasil positif yaitu dapat mencerahkan kulit (Kembuan, et al. 2012).


Vitamin C dapat ditemukan dalam buah jeruk serta tanaman seperti brokoli dan stroberi (Sasidharan, O, et al, 2023). Salah satu cara kerja vitamin C adalah dengan berinteraksi dengan ion tembaga di situs aktif enzim tirosinase, yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan melanin (melanogenesis). Sebagai agen pereduksi, vitamin C menghambat berbagai tahap oksidatif dalam pembentukan melanin, sehingga mengurangi produksi melanin yang berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa penurunan aktivitas tirosinase yang dimediasi oleh vitamin C lebih disebabkan oleh sifat antioksidannya daripada penghambatan langsung aktivitas tirosinase itu sendiri (Sarkar, R et al 2013).


Seperti yang diuraikan oleh Ali et al., vitamin C juga berperan dalam mengurangi pembentukan melanin dengan menghambat oksidasi L-DOPA, zat antara dalam proses melanogenesis. Enzim tirosinase mengoksidasi L-DOPA menjadi L-DOPAquinone (Gambar 1), tetapi proses ini dihambat oleh vitamin C, sehingga pembentukan melanin lebih lanjut terhalang (Hanif, N et al, 2020). Dengan demikian, penggunaan vitamin C membantu mencegah pigmentasi kulit yang berlebihan dan mencerahkan kulit.


Gambar 1. Mekanisme kerja agen pencerah kulit pada biosintesis melanin (Hanif, N et al, 2020).


Asam askorbat memiliki dua bentuk struktur kimia, yaitu D- dan L-Asam Askorbat (Gambar 2), dengan L-AA sebagai bentuk aktif secara biologis. Selain itu, asam askorbat hadir dalam bentuk tereduksi (asam askorbat) dan teroksidasi (asam dehidroaskorbat atau DHA). L-Asam Askorbat juga dapat larut dalam air, yang digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan bahan lain dalam formula kosmetik untuk membantu mencerahkan kulit, mengurangi peradangan, serta meningkatkan produksi kolagen. Sebagai antioksidan, vitamin C juga melindungi kulit dari kerusakan akibat stres oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas (untuk penjelasan ada di Gambar 2) (Sasidharan, O, et al, 2023).


Gambar 2. Mekanisme Aktivitas Asam Askorbat (Vitamin C) (Sasidharan, O, et al, 2023).


Asam Askorbat (AA) membantu mencegah penuaan kulit akibat sinar matahari dengan menetralisir radikal bebas di kulit. Saat menyumbangkan dua elektron, AA berubah menjadi DHA yang tidak reaktif dan dapat diubah kembali menjadi AA oleh enzim DHA reduktase dengan bantuan glutathione (Sasidharan, O, et al, 2023).


Selain perannya dalam penghambatan pembentukan melanin, vitamin C juga diperlukan untuk produksi kolagen, yang menjaga elastisitas dan kekuatan kulit. Vitamin C dinilai dapat melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UV dengan menonaktifkan radikal bebas yang dihasilkan oleh paparan UV dan mengurangi kemerahan pada kulit (Sarkar, R et al 2013). AA juga penting dalam bertindak sebagai kofaktor enzim yang membantu proses hidroksilasi prolin dan lisin, yang membuat struktur kolagen lebih stabil. Proses ini penting untuk menjaga kekuatan serat kolagen dan ikatan antar serat, yang berperan dalam menjaga elastisitas kulit (Sasidharan, O, et al, 2023).


Selain itu, Vitamin C juga mencerahkan kulit dengan menghambat pembentukan melanin melalui interaksinya dengan ion tembaga di enzim tirosinase, yang bertanggung jawab untuk produksi melanin. Vitamin C juga memiliki sifat anti-inflamasi dengan menghambat aktivasi faktor NF-kB, yang berperan dalam memicu peradangan (Sasidharan, O, et al, 2023). Namun, produk topikal yang mengandung vitamin C dari sumber alami seperti buah-buahan dan sayuran seringkali tidak stabil, sehingga efektifitasnya berkurang. Oleh sebab itu, turunan yang lebih stabil, seperti magnesium-ascorbyl-phosphate (MAP) dan ascorbyl-6-palmitate, telah dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas dan efektivitasnya (Kamakshi, R. 2012). Penelitian yang lebih lanjut juga mendukung manfaat vitamin C dalam perawatan kulit, terutama dalam bentuk asam L-askorbat (L-AA). Formula ini telah diuji dan terbukti efektif menghambat produksi melanin serta memberikan efek pencerahan pada kulit (Parvez, S et al, 2006).


Karena aktivitasnya yang multifungsi, Asam Askorbat (AA) menjadi pilihan utama bagi setiap formulator. Namun, merumuskan AA adalah proses yang rumit. Vitamin C mudah teroksidasi, yang dipicu oleh ionisasi dalam larutan berair, sehingga mengakibatkan molekul tidak aktif dan memberikan warna kekuningan pada formulasi. Laju degradasi AA bergantung pada pH, suhu, dan kandungan oksigen terlarut. Selain faktor-faktor ini, kemasan, kondisi penyimpanan, dan bahan lain dalam formulasi juga dapat menyebabkan perubahan warna. Karena sifat AA yang sangat tidak stabil, produsen bahan baku telah mengembangkan berbagai turunan dengan stabilitas yang lebih baik, yaitu L-Ascorbic Acid, Ethyl Ascorbic Acid, Sodium Ascorbyl Phosphate (SAP), Magnesium Ascorbyl Phosphate (MAP), Ascorbyl Glucoside (AG), Ascorbyl Palmitate (AP), Ascorbyl Tetra-Isopalmitate (ATIP), dan Sodium Ascorbate (SA) / Calcium Ascorbate (CA) (Sasidharan, O, et al, 2023).


Niacinamide (Vitamin B3): Cara kerja dan Efektivitas


Niacinamide adalah salah satu agen pencerah kulit yang paling sering digunakan. Sebagai antioksidan yang dikenal luas, niacinamide berperan dalam menghambat transfer melanosom, yang menyebabkan kulit menjadi lebih cerah. Penelitian menunjukkan bahwa niacinamide dapat menghentikan transfer melanosom dari sel melanosit ke sel keratinosit. Studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan niacinamide secara topikal selama empat minggu bisa mengurangi bercak gelap dan membuat kulit lebih cerah, dibandingkan dengan produk tanpa niacinamide (Kamakshi, R. 2012).


Niacinamide, juga dikenal sebagai nicotinamide (3-pyridine-carboxamide), adalah bentuk aktif dari niacin (vitamin B3) yang berperan penting dalam produksi enzim NAD dan NADP yang dibutuhkan untuk metabolisme sel. Uji klinis menggunakan niacinamide 2% menunjukkan penurunan area hiperpigmentasi dan peningkatan kecerahan kulit setelah 4 minggu pemakaian. Efek pengobatan mencapai titik jenuh, yang mungkin disebabkan oleh keseimbangan antara peningkatan pembentukan melanin dan penghambatan oleh niacinamide (Sarkar, R et al 2013).


Studi juga menemukan bahwa penggunaan niacinamide dengan tabir surya setiap hari lebih efektif mengurangi hiperpigmentasi dan mencerahkan warna kulit dasar dibandingkan penggunaan tabir surya saja (Sarkar, et al. 2013). Niacinamide 2% dalam formulasi telah terbukti mengurangi hiperpigmentasi sehingga meningkatkan warna kulit yang merata dalam empat minggu (Rozman dan Gasperlin, 2007). Dalam uji klinis, 5% niacinamide memberi 35% -68% inhibisi melanosome, hiperpigmentasi yang menurun secara signifikan dan peningkatan kecerahan kulit setelah 4 minggu penggunaan (Hakozaki et al. 2002). Secara In vitro molekul niacinamide mempengaruhi viabilitas melanosit dan keratinosit, mengurangi lesi hiperpigmentasi dan mampu menghambat transfer melanosome dan menginduksi pencerah kulit (Rozman dan Gasperlin, 2007).


Arbutin: Sumber, Cara Kerja, dan Perbedaan dari Bahan Lain


Arbutin adalah turunan β,D-glucopyranoside alami dari hidrokuinon yang ditemukan dalam berbagai spesies tumbuhan seperti marjoram, cranberry, blueberry, dan beberapa spesies pir (Chandorkar, N., et al 2021). Penelitian menunjukkan bahwa arbutin dapat menghambat oksidasi L-DOPA yang dikatalisis oleh enzim tirosinase pada jamur, sehingga efektif untuk perawatan topikal berbagai kondisi hiperpigmentasi kulit yang disebabkan oleh aktivitas melanosit yang berlebihan (Parvez, S et al, 2006).


Arbutin hadir dalam dua bentuk isoform, yaitu α-arbutin (4-hydroxyphenyl-α-D-glucopyranoside) dan β-arbutin (4-hydroxyphenyl-β-D-glucopyranoside), yang memiliki konfigurasi rotasi berbeda tetapi struktur kimia yang sama (Couteau et al., 2016). Di antara keduanya, α-arbutin memiliki efek yang lebih kuat dalam menghambat enzim tirosinase dan pematangan melanosom, yang berperan penting dalam pembentukan melanin. Arbutin bekerja dengan menghambat aktivitas tirosinase di melanosom, tanpa mempengaruhi produksi enzim tersebut. Selain itu, arbutin juga mencegah oksidasi L-tirosin, tahap awal dalam proses pembentukan melanin. Maeda dan Fukuda (1996) menemukan bahwa arbutin bersaing dengan L-tirosin untuk situs aktif enzim tirosinase pada jamur, namun tanpa mengalami oksidasi (Parvez, S et al, 2006).


Meskipun arbutin bisa teroksidasi, proses ini sangat lambat dan hanya dipercepat jika ada kofaktor seperti L-DOPA. Mekanisme pencerahan arbutin bekerja paling baik ketika oksigen dan kofaktor di melanosit terbatas (Parvez, S et al, 2006). Arbutin sangat sensitif terhadap pH dan dapat terurai menjadi hidrokuinon baik pada pH asam maupun basa. Oleh karena itu, penggunaan arbutin dalam produk pencerah kulit komersial harus dilakukan dengan hati-hati (Kamakshi, R. 2012).


Kojic Acid: Asal-usul dan Cara kerja


Kojic acid (5-hidroksi-4-piran-4-on-2-metil) adalah penghambat enzim tirosinase yang berasal dari berbagai spesies jamur seperti Aspergillus dan Penicillium. kojic acid bekerja dengan mengikat tembaga pada bagian aktif enzim tirosinase. Selain itu, ia juga bertindak sebagai antioksidan dan mencegah perubahan o-quinone menjadi DL-DOPA dan dopamin menjadi melanin. Sel melanosit yang diberi perlakuan kojic acid menjadi tidak bercabang dan mengandung melanin lebih sedikit (Parvez, S et al, 2006).


Kemampuannya sebagai penangkal radikal bebas menambah manfaat kojic acid, terutama karena radikal bebas dapat merusak sel-sel kulit. Penggunaan kojic acid di Asia sangat populer, baik sebagai agen pencerah kulit topikal maupun dalam makanan. kojic acid biasanya digunakan dalam konsentrasi 1% hingga 4%. Meski demikian, penelitian juga menunjukkan bahwa kojic acid memiliki potensi untuk menyebabkan iritasi kulit seperti dermatitis kontak pada beberapa individu. Untuk mengatasi hal ini, kojic acid sering dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal untuk mengurangi efek iritasi, terutama bagi mereka yang tidak bisa menggunakan hidrokuinon (Parvez, S et al, 2006).


Keterkaitan antara kemampuannya menghambat tirosinase, bertindak sebagai antioksidan, serta manfaatnya bagi kesehatan menjadikan kojic acid sebagai bahan yang banyak digunakan dalam berbagai produk perawatan kulit dan diet (Parvez, S et al, 2006). dapat dilihat pada gambar 3. kojic acid ini dapat digunakan dari 1 - 4%. Aktivitas penghambatannya dilakukan oleh penghambatan aktivitas katekolase tirosinase, yang merupakan enzim esensial dalam biosintesis pigmen melanin. Mekanisme kojic acid dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.


Gambar 3. Mekanisme Penghambatan Tyrosinase oleh kojic acid dalam Biosintesis Melanin


Tranexamic Acid: Pengertian, Penggunaan, dan Efektivitas


Tranexamic acid (TXA) dikenal sebagai obat yang mencegah pembekuan darah larut. TXA bekerja dengan menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin, yang berperan dalam melarutkan bekuan darah. TXA terbukti mampu bersaing dengan aktivitas tirosinase di kulit dan menghambat hiperpigmentasi dengan mengurangi sintesis melanin. TXA efektif melawan bintik-bintik pigmen dan digunakan untuk perawatan kulit sebagai agen pencerah kulit (Maeda 2022). Sebuah studi menunjukkan efektivitas emulsi dengan kandungan TXA dalam menghambat pigmentasi yang disebabkan radiasi sinar UV. Studi tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kondisi kulit pada panelis yang ditunjukkan dengan berkurangnya kekusaman kulit, bintik dan flek hitam. Penggunaan TXA selama 3 bulan juga memperbaiki tekstur kulit dan tampilan pori-pori tanpa menyebabkan efek samping pada kulit (Maeda, 2005).


Punya Mimpi Bikin Produk Skincare dengan Brightening Agent? Kami Bisa Wujudkan Mimpimu!


Pakai skincare dengan manfaat brightening memang banyak digandrungi para brand kecantikan. Seperti sudah menjadi formula wajib yang harus mereka ciptakan dalam mengatasi permasalahan kulit. Dengan hasil yang bisa dirasakan secara bertahap, banyak orang memasukkan brightening agent ke dalam rutinitas skincare mereka. Produk-produk ini memberikan opsi yang variatif, sehingga pengguna dapat memilih sesuai dengan kebutuhan kulit masing-masing untuk mendapatkan hasil terbaik.


Nah, buat kamu yang tertarik bisnis skincare yang aman dan berkualitas, kamu bisa maklon di PT Nose Herbal Indo dan raih peluang bisnismu di sini! Bersama dengan tim Prodev yang ahli dibidangnya, kamu bisa menciptakan produk skincare yang unik dan kaya manfaat bagi perawatan kulit. Yuk, hubungi kontak kami sekarang dan lakukan konsultasi gratis tentang produk impianmu dengan tim Prodev kami!


Referensi

1. Chandorkar, N., Tambe, S., Amin, P., & Madankar, C. S. (2021). Alpha arbutin as a skin lightening agent: A review. International Journal of Pharmaceutical Research (09752366), 13(2).

2. Couteau, C., & Coiffard, L. (2016). Overview of skin whitening agents: Drugs and cosmetic products. Cosmetics, 3(3), 27.

3. Hanif, N., Al-Shami, A. M. A., Khalid, K. A., & Hadi, H. (2020). Plant-based skin lightening agents: A review. J. Phytopharm, 9, 54-60.

4. Hakozaki, T., Minwalla, L., Zhuang, J., Chhoa, M., Matsubara, A., Miyamoto, K., et al. (2002). The effect of niacinamide on reducing cutaneous pigmentation and suppression of melanosome transfer. British Journal of Dermatology, 147(1), 2031.

5. Kamakshi, R. (2012). Fairness via formulations: A review of cosmetic skin-lightening ingredients. Journal of Cosmetic Science, 63(1), 43-54.

6. Kembuan, M. V., Wangko, S., & Tanudjaja, G. N. (2012). Peran vitamin terhadap pigmentasi kulit. Jurnal Biomedik, 4(3), S13-S17.

7. Maeda, K., & Fukuda, M. (1996). Arbutin: Mechanism of its depigmenting action in human melanocytes. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics, 276, 765-769.

8. Parvez, S., Kang, M., Chung, H. S., Cho, C., Hong, M. C., Shin, M. K., & Bae, H. (2006). Survey and mechanism of skin depigmenting and lightening agents. Phytotherapy Research: An International Journal Devoted to Pharmacological and Toxicological Evaluation of Natural Product Derivatives, 20(11), 921-934.

9. Rozman, B., & Gašperlin, M. (2007). Stability of vitamins C and E in topical microemulsions for combined antioxidant therapy. Drug Delivery, 14(4), 235-245.

10. Sarkar, R., Arora, P., & Garg, K. V. (2013). Cosmeceuticals for hyperpigmentation: What is available?. Journal of Cutaneous and Aesthetic Surgery, 6(1), 4-11.

11. Sasidharan, O., Gholap, A., & Rastogi, R. (2023). A review of clinical efficacy of topical vitamin C and its derivatives. Science and Technology, 7(2), 20-26.

Share This Article


tiktok logo
instagram logo
Bicara dengan CS
whatsapp logo