Faktor Penyebab Jerawat : Peran Hormon, Sebum, dan Bakteri

Noséklopedia / 27 September 2024

by Renanda Namira

Jerawat sering kali menjadi salah satu masalah kulit yang umum dialami oleh banyak orang. Hal ini bisa mempengaruhi dari segi penampilan sampai dengan kesehatan. Meskipun terlihat sederhana, jerawat dapat mempengaruhi rasa percaya diri dan kenyamanan seseorang. Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih dalam tentang penyebab jerawat agar dapat ditangani dengan tepat.


Dalam artikel kali ini, Noséklopedia akan membahas berbagai faktor penyebab jerawat yang seringkali luput dari perhatian. Mulai dari faktor-faktor internal seperti hormon hingga faktor eksternal seperti pola makan dan kebiasaan sehari-hari. Semua akan dibahas secara mendalam agar kamu lebih paham bagaimana cara mengatasinya. Penasaran dengan penjelasannya? Yuk, simak artikel berikut!


Apa itu Kulit Berjerawat?


Jerawat adalah kondisi kulit umum yang biasanya ditandai dengan munculnya luka radang dan non-radang di wajah, lengan atas, dada, dan punggung. Meskipun tidak selalu menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, jerawat dapat mempengaruhi rasa percaya diri, terutama jika muncul di wajah, yang merupakan bagian penting dari penampilan seseorang (Ayo, F. E. et al 2020). Jerawat paling sering muncul pada wajah, tetapi juga dapat muncul di bagian tubuh lain seperti punggung dan lengan atas. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 85% remaja, dan dapat berlanjut hingga dewasa, terutama pada wanita yang menyumbang dua pertiga dari kunjungan dokter kulit.


Infeksi jerawat terjadi ketika folikel rambut tersumbat oleh sel kulit mati dan minyak, yang menyebabkan munculnya bintik-bintik atau pustula, kulit berminyak, dan mungkin rasa gatal (Ayo, F. E. et al 2020). Jerawat dapat dikategorikan menjadi beberapa tingkat keparahan, mulai dari ringan hingga berat (Sutaria AH, et al 2023).


- Tingkat 1 : Dikenal sebagai komedo, yang terbagi menjadi dua jenis. komedo terbuka dan komedo tertutup. Komedo terbuka terjadi ketika pori-pori tersumbat sebum dan tampak seperti papula dengan lubang folikel yang melebar dan berisi material berwarna abu-abu, cokelat, atau hitam. Sementara itu, komedo tertutup terjadi ketika keratin dan sebum menyumbat pori-pori di bawah permukaan kulit sehingga tampak seperti papula halus berwarna kulit, putih, atau keabu-abuan.


- Tingkat 2 : Terlihat seperti lesi inflamasi berupa papula kecil disertai kemerahan (eritema).


- Tingkat 3 : Tingkatan ini termasuk yang sudah memasuki parah berupa pustula.


- Tingkat 4 : Beberapa pustula yang menyatu membentuk nodul, sering disebut sebagai jerawat nodulokistik.


Jerawat bisa meninggalkan bekas luka setelah sembuh, seperti bekas luka cekung atau bekas luka tebal dan menonjol (keloid). Bekas luka cekung bisa berupa kawah kecil (boxcar), lubang dalam (ice-pick), atau lekukan halus (rolling scar), Jerawat juga sering terkait dengan kulit berminyak, dan jika disebabkan oleh hormon berlebih (hiperandrogenisme), bisa ada gejala lain seperti rambut berlebih, siklus menstruasi tidak teratur, dan kenaikan berat badan. Selain itu, jerawat bisa menyebabkan kulit gelap setelah peradangan (hiperpigmentasi), yang lebih umum terjadi pada kulit yang lebih gelap (Sutaria AH, et al 2023).


Beberapa jenis jerawat meliputi (Sutaria AH, et al 2023).


- Jerawat konglobata : Jenis jerawat parah yang langka pada pria muda, ditandai dengan komedo, kista, dan nodul yang dalam di wajah, punggung, dan dada.


- Jerawat fulminans: Jerawat akut dan parah, bisa terasa nyeri, berisi darah, dan kadang disertai gejala seperti demam.


- Jerawat ekskoriée : Terjadi saat jerawat ringan terus-menerus dipencet atau dikerok, menyebabkan bekas luka.


- Jerawat pada bayi : Biasanya muncul pada usia 3 hingga 6 bulan karena hormon, dan membaik saat anak berusia 1-2 tahun.


Faktor Penyebab Jerawat


Jerawat sering kali disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Hormon memainkan peran utama dalam pembentukan jerawat, terutama hormon androgen, insulin, dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Selama masa pubertas, perubahan hormon ini dapat memicu peningkatan produksi minyak kulit (sebum), yang pada akhirnya menyebabkan penyumbatan folikel dan pembentukan jerawat (Ak, M. 2019).


Selama masa pubertas, perubahan hormon ini dapat memengaruhi keseimbangan lipid di kulit. Ditambah dengan faktor eksternal seperti stres, iritasi, penggunaan kosmetik, dan pola makan, hal ini dapat menyebabkan peradangan kulit dan pembentukan berbagai jenis jerawat. Ketika folikel rambut tersumbat oleh minyak dan sel kulit mati, folikel dapat pecah dan melepaskan zat kimia yang memicu peradangan lebih lanjut. Bakteri seperti P. acnes, Staphylococcus epidermis, dan Malassezia furfur memperparah peradangan ini dengan merangsang pertumbuhan sel kulit yang berlebihan di sekitar folikel (Ak, M. 2019).


Patogenesis jerawat melibatkan banyak faktor utama, yaitu sebagai berikut (Ak, M. 2019).


1. Hormon

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa kondisi kulit berjerawat ini terjadi pada sekitar 9,4% dari populasi dunia. Biasanya dikaitkan dengan masa remaja tetapi juga dapat terjadi antara usia 11 dan 30 tahun. Kondisi ini sangat lazim terjadi pada masa remaja akhir, antara usia 15 dan 18 tahun, ketika kemungkinan besar diprakarsai oleh permulaan pubertas (Lyyn, 2016). Hal ini diyakini mempengaruhi 80% orang dalam kelompok usia ini hingga 100% anak muda (Tan et al, 2013; Tuchayi et al, 2015; dan Rao et al, 2021). Pada wanita, pengaruh hormon ini dapat terjadi ketika usia pubertas, dan juga pra-menstruasi (Saloko & Mantu, 2023). Hormon merupakan hal utama yang berperan dalam perkembangan jerawat (Acne vulgaris, AV) meliputi androgen, insulin, dan IGF-1 (Sutaria AH, et al 2023).


Peran hormon ini diperkuat oleh penelitian Borzyszkowska et al (2022) yang menemukan bahwa kadar testosteron dan kortisol berkorelasi dengan kondisi jerawat. Jerawat pada wanita dewasa muda sering kali menjadi indikator klinis dari kelebihan hormon androgen, yang juga bisa dipengaruhi oleh kondisi seperti berikut (Imperato-McGinley J., et al 1993).


- Hiperplasia adrenal kongenital


- Kondisi ini adalah kondisi bawaan yang menyebabkan kelenjar adrenal (kelenjar kecil di atas ginjal) menghasilkan terlalu banyak hormon tertentu, termasuk hormon androgen (hormon pria). Kondisi ini bisa menyebabkan masalah seperti pertumbuhan rambut berlebihan atau jerawat parah.


- Sindrom ovarium polikistik (PCOS)


Gangguan hormon pada wanita yang menyebabkan ovarium menghasilkan hormon pria (androgen) lebih banyak dari biasanya. Gejalanya bisa termasuk jerawat, pertumbuhan rambut berlebih, siklus menstruasi tidak teratur, dan kadang-kadang kesulitan untuk hamil.


- Tumor pada kelenjar adrenal atau ovarium


Tumor yang tumbuh pada kelenjar adrenal (di atas ginjal) atau ovarium (indung telur) bisa menyebabkan produksi hormon androgen lebih yang dapat menyebabkan jerawat parah, pertumbuhan rambut berlebihan, dan perubahan lainnya pada tubuh.


Androgen berperan dalam perkembangan jerawat melalui beberapa mekanisme. Kelenjar adrenal dan gonad memproduksi androgen, yang kemudian dapat diubah oleh kelenjar sebasea menjadi testosteron melalui enzim tertentu. Di kelenjar sebasea, enzim 5-alpha reductase mengubah testosteron menjadi DHT (dihidrotestosteron), yang memiliki afinitas lebih kuat pada reseptor androgen di kelenjar sebasea dan folikel rambut (Sutaria AH, et al 2023).


2. Peningkatan produksi sebum

Salah satu faktor utama dalam perkembangan jerawat adalah peningkatan produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Hormon androgen yang meningkat pada tubuh, mengakibatkan kelenjar sebasea mengalami pembesaran dan sekresi kelenjar sebum meningkat sehingga terjadi bentukan acne (Saloko & Mantu, 2023) Seborrhea mendukung pertumbuhan bakteri P. acnes, yang mengubah lemak dalam sebum menjadi asam lemak bebas dan gliserol, menciptakan lingkungan yang memungkinkan P. acnes berkembang dan memperburuk jerawat (Sutaria AH, et al 2023).


Sebum sendiri dapat menyebabkan penyumbatan pori-pori dan pembentukan lesi yang membuatnya bersifat komedogenik dan menghasilkan komedo tertutup (whiteheads) dan komedo terbuka (blackheads). Zona wajah T (yang meliputi dahi, hidung, dan dagu) dianggap sebagai zona dengan sekresi sebum tinggi, sedangkan zona O (meliputi area perioral) dan zona U (meliputi kedua pipi) dianggap sebagai zona dengan sekresi sebum sedang (Del Rosso and Kircik, 2024).


3. Bakteri Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes atau P. acnes adalah bakteri di kulit yang bisa memicu peradangan, infeksi dan menyebabkan jerawat. Bakteri ini terbagi dalam 3 kelompok. Filotipe IA berhubungan dengan jerawat sedang hingga parah, sedangkan filotipe II dan III biasanya ada pada kulit normal dan infeksi ringan (Sutaria AH, et al 2023). P. acnes merupakan bakteri yang secara alami terdapat pada kulit manusia. Akan tetapi, dalam lingkungan yang kaya akan sebum, P. acnes dapat berkembang biak secara berlebih dan memicu peradangan yang membentuk jerawat (Fadhila and Tan, 2024). Bakteri ini juga ditemukan cukup dominan pada pasien dengan permasalahan jerawat (Platsidaki and Dessinioti, 2018).


Ketika pori-pori membesar dan menyumbat, respons imun serta aktivitas bakteri dapat menyebabkan pustula dan nodul. Folikel rambut yang tersumbat bisa pecah dan menyebabkan peradangan yang lebih parah, membentuk jerawat nodulokistik (Ak, M. 2019).


4. Faktor Lain yang Mempengaruhi Jerawat

Selain hormon, sebum, dan bakteri, faktor lain seperti riwayat keluarga, stres, dan pola makan juga turut berperan dalam memperburuk kondisi jerawat (Saloko & Mantu, 2023). Konsumsi makanan tinggi gula dan makanan olahan sering dikaitkan dengan peningkatan risiko jerawat (Sutrisno et al., 2020). Oleh karena itu, mengelola pola makan dan gaya hidup bisa menjadi langkah penting dalam pengendalian jerawat.


Ingin Menciptakan Produk Anti-acne Berkualitas? Yuk, Maklon di Nose!


Mengatasi masalah jerawat memang tidak mudah, oleh karena itu banyak brand skincare yang kini sudah mulai berinovasi menciptakan produk yang khusus untuk masalah jerawat dari berbagai ekstrak bahan alami maupun bahan aktif kimia.


Untuk kamu yang ingin membangun brand skincare anti-acne dengan formulasi terbaik dan terpercaya, saatnya bergabung bersama Nose Herbal Indo! Kami siap membantu kamu dari riset hingga produksi. Yuk, wujudkan impianmu memiliki brand skincare sendiri dengan maklon skincare di PT Nosé Herbal Indo. Hubungi kontak kami sekarang untuk konsultasi lebih lanjut ya!


Referensi

1. Ayo, F. E., Ogundokun, R. O., Awotunde, J. B., Adebiyi, M. O., & Adeniyi, A. E. (2020). Severe acne skin disease. A fuzzy-based method for diagnosis. In Computational Science and Its Applications-ICCSA 2020. 20th International Conference, Cagliari, Italy, July 1-4, 2020, Proceedings, Part VI 20 (pp. 320-334). Springer International Publishing.

2. Ak, M. (2019). A comprehensive review of acne vulgaris. J. Clin. Pharm, 1(1), 17-45.

3. Sutaria, A. H., Masood, S., Saleh, H. M., & Schlessinger, J. (2023). Acne vulgaris. In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.

4. Imperato-McGinley J, Gautier T, Cai LQ, Yee B, Epstein J, Pochi P. Kontrol androgen terhadap produksi sebum. Studi pada subjek dengan defisiensi dihidrotestosteron dan insensitivitas androgen total. J Clin Endocrinol Metab. 1993 Feb; 76 (2).524-8.

5. Melnik, B. C., Schmitz, G., & Zouboulis, C. C. (2009). Anti-acne agents attenuate FGFR2 signal transduction in acne. Journal of Investigative Dermatology, 129(8), 1868-1877.

6. Lynn, D.; Umari, T.; Dellavalle, R.; Dunnick, C. The epidemiology of acne vulgaris in late adolescence. Adolesc. Health Med. Ther. 2016, 7, 13-25. [CrossRef] [PubMed]

7. Tan, J.; Zhang, X.; Jones, E.; Bulger, L. Correlation of photographic images from the Leeds revised acne grading system with a six-category global acne severity scale. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2013, 27, e414-e419

8. Tuchayi, S.M.; Makrantonaki, E.; Ganceviciene, R.; Dessinioti, C.; Feldman, S.R.; Zouboulis, C. Acne vulgaris. Nat. Rev. Dis. Prim. 2015, 1, 15029.

9. Rao, A.; Douglas, S.; Hall, J. Endocrine Disrupting Chemicals, Hormone Receptors, and Acne Vulgaris. A Connecting Hypothesis. Cells 2021, 10, 1439

10. Borzyszkowska, D.; Niedzielska, M.; Kozłowski, M.; Brodowska, A.; Przepiera, A.; Malczyk-Matysiak, K.; Cymbaluk-Płoska, A.; Sowi ́nska-Przepiera, E. Evaluation of Hormonal Factors in Acne Vulgaris and the Course of Acne Vulgaris Treatment with Contraceptive-Based Therapies in Young Adult Women. Cells 2022, 11, 4078.

11. Saloko, G. J., & Mantu, M. R. (2023). Tingkat Stres dan Derajat Keparahan Acne Vulgaris Pada Siswa Kelas III SMAN 1 Makasar. Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan, 1(3), 71-80.

12. Sutrisno, A. R., Jusuf, N. K., & Putra, I. B. (2020). Correlation between stress scale and severity of acne vulgaris. Bali Medical Journal, 9(1), 376-379.

13. Del Rosso, J. Q., & Kircik, L. (2024). The primary role of sebum in the pathophysiology of acne vulgaris and its therapeutic relevance in acne management. Journal of Dermatological Treatment, 35(1), 2296855.

14. Platsidaki, E., & Dessinioti, C. (2018). Recent advances in understanding Propionibacterium acnes (Cutibacterium acnes) in acne. F1000Research, 7.

15. Fadhila, A. I., & Tan, S. T. (2024). Analysis of the Role of Sebum Levels in the Incidence of Acne Vulgaris in Adolescents. An Observational Study on Adolescents in Jakarta, Indonesia. Community Medicine and Education Journal, 5(2), 582-590.

Share This Article


tiktok logo
instagram logo
Bicara dengan CS
whatsapp logo